Menjelajahi Dunia Anak Autis

Menjelajahi Dunia Anak Autis
Caption 1 
Kelas Inklusi Pertamaku
Aku belajar banyak tentang pentingnya memberi perhatian.
Karena setiap anak manusia sangat membutuhkan perhatian. Semua orang ingin diperhatikan. Terlebih seorang anak yang berlabel 'Autis'

Pertamakali Aku mendapat mandat kelas istimewa ini di Sekolah Swasta Favorit para orang tua yang berduit. Aku namai kelas inklusi pertama karena ada satu siswa yang istimewa, ia punya dunia sendiri. Setiap hari aku harus memutar otak menghadapi ulahnya. Saat itu sekolah ini belum menerapkan 1 guru utama dan 1 guru pendamping baru belakangan, saat 3 tahun berikutnya diberlakukan 1 kelas 2 guru. Walau ada diamtara siswa yang special tapi hanya dipegang oleh 1 guru. Sungguh amanah yang berat namun kuanggap sebuah tantangan yang harus bisa kutaklukkan.

Nana nama samaran anak itu. Parasnya cantik, lembut, dan selalu berpenampilan rapi. Ia berperawakan gemuk, paling gemuk diantara teman-temannya. BB nya saja sepertinya melebihi BB ku, gurunya yang mungil namun berparas aduhai, kata Suamiku. Timbangan badannya inilah yang kadang jadi penghalangku untuk bisa mengangkatnya saat dia lelah berulah. Diakan merebahkan badannya di lantai setelah sesi bergulu-guling. 

Hari pertama pembelajaran dimulai dengan berbaris di luar kelas. Siswa secara bergilir bertugas menjadi pemimpin. Tak terkecuali harus pernah merasakan jadi pemimpin. Nana datang di awal waktu. Ia pun selalu tertib mengikuti semua sesi pembelajaran walau hanya sejenak mendapatkan perhatiannya. Saat semua anggota pasukan fokus pada hitungan mengiringi gerakan kaki, Nana muntah sambil menangis. Teman-temannya berhamburan masuk kelas. Petualangan menghadapinya dimulai. 

Setelah muntah yang dilakukannya hanya menangis tak henti selama 1 jam pelajaran. Perhatianku terpecah. Aku harus bisa membagi waktu, tak boleh menyia-nyiakan satu orang pun. Sementara teman-temannya berdoa dan tadarrus, dipimpin oleh pemimpin kelas hari itu, aku menghampiri Nana.

"Nana sayang, boleh Ibu guru membantu?Ibu akan senang sekali jika bisa membantu. Semoga Nana menerima bantuan Ibu. Nana sakit perutkah?" Aku membuka obrolan sambil membopongnya mengajak duduk di kursi guru. Dia tak berkeming, tatapannya ke satu arah, namun langkah kakinya mengikuti ajakanku.

"Sapu tanganmu cantik, secantik wajahmu, Nak. Lanjutku. "Bukan cantik tapi bagus, Bu." selanya membuatku senang ada secercah harapan. "Oooh iya, kamu pintar deh. Sapu tanganmu bagus, yang memilikinya cantik bernama Nana" sahutku. Seketika suasana hatinya berubah tanpa kutahu penyebab dia muntah dan menangis. Namun kembali dia pada dunianya, sambil meremas sapu tangannya. Aku segera mengajaknya duduk di bangkunya dan mengalihkan perhatian pada teman-temannya. 
Suatu waktu, saat jelang istirahat Nana tiba-tiba nangis dan berguling-guling. Aku mulai tarik napas dan mulai beraksi. Nana cantik, baju kamu bersih dan selalu rapi, jadi berantakan deh. Ibu ingin bantu Nana bangun tapi badan Ibu kecil dan tak kuat angkatnya, juga Ibu belum sarapan.. Kasihan ga Nana sama Ibu Guru yang kecil ini? Bangun yuuk!" mendengar sapaanku yang memelas, dia tersentuh. Dia langsung bangkit dan berkata, maafkan aku Bu Guru. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal dan jawaban pra bimtek AKM