meraih mimpi

Hari Guru

Teringat awal mula berjuang ingin mendapatkan siswa memanggilku dengan panggilan Ibu (Guru)

Saat kuliah, Alhamdulillah ku sudah bisa mendapatkan salary yang cukup untuk biaya hidup dan menabung dari les di beberapa rumah anak2 kelas atas. Saat krisis moneter itu thn 1998 aku bisa mengantongi uang les sekitar 1jt. Dilalah semua anak yang  diajari namanya sama, Putri. Mereka semua memanggilku Kakak.
Setelah lulus kuliah, betapa inginnya aku mengajar di sekolah. Ingin sekali aku dipanggil Ibu guru. Rasanya tentram di hati.
Suatu hari setelah pindah ikut dengan kakak di Bekasi, ku siap menyongsong pagi untuk mencoba memasukkan lamaran di sekolah negeri di sebelah rumah Kakak. Kakak langsung heboh memberondongku "Masa sih kamu mau ngajar di situ!?. Tempatnya kumuh, pasti gajinya kecil pake banget tau." seru Kakak sambil mengantar ke halaman depan.
Sampai di sekolah, Kepseknya langsung menerimaku sambil mencari jawaban pastiku saat mengutara gajiku nanti 50rb rupian. Saat itu di benakku gaji berapa pun tak jadi masalah. Itu bukan tujuan. Aku jawab siap dengan senang hati. Kepsek pun memintaku datang pada hari Senin lebih awal untuk diperkenalkan dengan siswa dalam upacara bendera.

Saking senangnya akan menyambut hari pertamaku mengajar, tawaran jalan2 ke Kota Gudeg dari keluarga calon suamiku pun ditolak mentah2.

Saatnya tiba, Sang Kakak masih saja bertanya tentang keseriusanku mengajar di sini. Dengan jawaban yang tak berkeming dan langkah seribu aku menuju sekolah itu, sambil membayangkan beberapa saat lagi aku akan menyandang panggilan Ibu Guru.
Sampai di sekolah, Kepseknya hanya memintaku duduk di ruangannya menunggu sampai upacara selesai. Aku masih asyik dengan rasa senang itu.
Selesai upacara Kepsek menemuiku dan menceritakan bahwa tempatku bukan di sini. Aku terlalu istimewa untuk digaji kecil. Di luar sana ada sekolah yang akan mengajiku berlipat2 dari di sini tidak berjodoh karena sehari setelah lamaranku, ada info dari Depag akan ada guru negeri akan mengisi diposisiku. Owh...
Aku kecewa berat. Namun kulangsung dapat menguasai diri untuk tidak nenampakkan perasaanku. Sambil tersenyum ketir, aku langsung pamit pulang dengan langkah gontai. Kutundukkan kepala mencobangadukan nasib kepada semua yang nenyaksikan penderitaanku. Dedaunan tang melambai lambai, burung2 berkicau, juga segerombolan bebek yang berlalu sambil bernyanyi bersama mencoba memecah suasana hatiku yang remuk. Bapak tua yang tadi pagi menyapaku, masih ditempatnya masih sibuk membolakbalik tanah diraih dan dilepaskannya. Ingin ku menyapanya lagi hingga ku adukan pula melepaskan sesuatu yang menindih pundakku, sesuatu yang menghimpit dadaku.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal dan jawaban pra bimtek AKM